WARTAVISUAL.COM, PALOPO – Seorang guru sekolah dasar (SD) inisial NA di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) dijemput paksa oleh pihak kejaksaan Luwu dan beberapa oknum Polisi bersenjata lengkap. Guru tersebut kemudian dibawa oleh kejaksaan untuk dilakukan penahanan di Lambaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palopo.
Penjemputan paksa tersebut terjadi di jalan Nonci, Kelurahan Batupasi, Kecamatan Wara Utara, Palopo pada (20/12) sekitar pukul 12.30 Wita. NA mengatakan dirinya ditarik secara paksa oleh pihak kepolisian bersenjata lengkap didepan ibu dan anak-anaknya.
“Kemarin saya tanya, tunggu dulu saya punya pengacara. Hargai saya punya pendamping, saya jaminkan diriku bilang saya tidak akan lari pak,” ucap NA saat ditemui di Lapas Palopo, Sabtu (21/12/2024).
NA menjelaskan kejadian penjemputan tersebut terjadi selepas shalat jumat. Saat penjemputan NA sempat melakukan keberatan dikarenakan surat yang dibawa oleh Kejaksaan Luwu tertanggal (23/12), sedang penjemputan lebih cepat 3 hari.
“Kenapa saya harus dipaksa diangkat sekarang? Dia bilang katanya ini eksekusi. Nah saya jelaskan kan saya sudah dieksekusi tanggal 7 November itu, bapak sendiri yang tanda tangan, kenapa tiba-tiba ada eksekusi seperti ini. Aneh kenapa tiba-tiba ada dua keputusan,” tegasnya.
Lanjutnya, NA mengatakan pihak kejaksaan berdalih keputusan eksekusi pertama yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Luwu berdasarkan surat perintah kepala Kejaksaan tanggal 07 November 2024 No.PRINT-1196/P.4.35.3/Eoh.3/11/2024 merupakan kekeliruan.
“Masa segampang itu berita acara eksekusi keliru-keliru. Saya ditarik paksa depan semua keluarga dan ke empat anak saya, bahkan masih ada yang usia 4 tahun,” kata NA.
NA merasa kasus yang menimpanya sangatlah janggal. Pihak Kejari Luwu tidak memperlihatkan adanya surat mengenai pembatalan putusan eksekusi pertama.
“Tidak ada surat putusan pembatalan eksekusi pertama, kemudian tidak ada surat putusan yang berbunyi kami harus ditahan,” tutup NA.

Diketahui pada pemberitaan sebelumnya, dua guru dituding melakukan penyerobotan lahan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kuasa hukum guru tersebut menganggap ada keganjalan atas kejadian yang menimpa kliennya.
“Keputusan PN (pengadilan negeri) Belopa itu dia dipidana tapi tidak tidak dipenjara, dan diberi percobaan selama 10 bulan, kemudian putusan PT (pengadilan tinggi) Makassar menguatkan putusan PN Belopa, artinya poin tadi tetap berlaku kepada kedua terdakwah,” kata Kristianus Welly Edyson, SH,MH didamping Yohanis Kalalimbong, SH sebagai kuasa Hukum kedua Terdakwa, Senin (9/11/2024).
Namun setelah itu pihak Kejari Luwu meminta tafsir atas keputusan tersebut yakni pengadilan tinggi Makassar dan hasilnya menghilangkan salah satu poin, mengenai masa percobaan selama 10 bulan. Edyson merasa keputusan tersebut sangat ganjal.
“Kedua terdakwa sudah di eksekusi pada tanggal 7 November 2024, artinya sudah menjalani hukuman percobaan namum kenapa harus dilakukan eksekusi kedua kalinya hanya berdasarkan surat dari Ketua Pengadilan Tinggi Makassar yang menafsirkan lain dari Amar Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor : 896/PID/2024/PT.MKS Jo. Putusan Pengadilan Negeri Belopa Nomor : 14/Pid.B/2-24/PN.Blp. Eksekusi untuk kedua kalinya tidak ada diatur dalam KUHAPidana maupun peraturan perundangan lainnya di Indonesia ini,” ungkapnya.
“Kita sangat kecewa dengan pengadilan tinggi Makassar yang membuat tafsiran kepada keputusan yang sudah sangat jelas, karena hukum itu apa yang tertulis, tidak dapat lagi diubah. Surat dari pengadilan tinggi mengalahkan putusan, jadi ini sangat merusak tatanan hukum dan penegakan hukum di Indonesia seandainya bisa diberlakukan oleh jaksa penuntut umum,” tegas Edyson.
Edison menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya keadilan harus terus ditegakkan. Apatalagi hal ini menjadi penentu nasib seorang guru.
“Supaya jangan terjadi lagi seperti ini, karena hanya sebuah surat dari pengadilan Tinggi Makassar seorang guru SD yang bekerja di plosok tanah Toraja sana harus dipenjara sehingga merugikan para pelajar di sekolah mereka,” tambahnya.
“Kami meminta kejaksaan negeri belopa mengesampingkan surat pengadilan tinggi Makassar,” tutupnya.